
Koresponden – Pada hari ini, Rabu, 16 November 2022 pasukan gabungan antara Polisi dan Tentara melakukan penggeledahan di asrama Ramkhamhaeng dan menahan Presiden Kelab Pelajar Muslim beserta 2 orang temannya. Kejadian ini berlaku pada jam 06:00 pagi (waktu tempatan).
3 orang mahasiswa tersebut merupakan aktivis Persatuan Pelajar Pattani, Narathiwat, Yala, dan Songkhla (PNYS) dan Organisasi Mahasiswa Melayu yang mengenyam pendidikan di Universitas Ramkhamhaeng, Bangkok. Antara nama mereka, Abdullah Kalatae (Presiden Organisasi Mahasiswa Melayu), Sakda Moa, dan Fitri Arong. Laporan mendapatkan mereka sudah dibawa ke Kantor Polisi di Hua Mak untuk disiasati dan kesemua ponsel mereka disita oleh tentara.
Ketiga-tiga mahasiswa tersebut tidak pernah ada riwayat melakukan kejahatan kriminal. Tentara mengklaim bahwa ada surat perintah penggeledahan dari atasan untuk menahan mereka, adapun alasannya tentara tidak melaporkan, hingga saat ini mahasiswa tersebut tidak mengetahui alasan penahanan ini. Semasa penggeledahan, pihak tentara tidak menemukan barang illegal di asrama tersebut.
Pada tanggal 14 November 2022 yang lalu, tentara telah menahan teman aktivis mahasiswa tersebut, yaitu Ramlee Kuno, selaku mantan Presiden PNYS yang ditahan di rumahnya Sungai Padi, Provinsi Narathiwat dan dibawa ke kem penahanan di Bukit Tanjong, Narathiwat. Mereka ditahan berdasarkan Undang-Undang Darurat Militer yang berlaku di 3 provinsi di Selatan Thailand.
Menurut laporan dari teman-teman mahasiswa yang lain, tujuan penahanan mereka adalah sama, pemerintah merasa khawatir akan terjadinya kerusuhan selama pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) yang akan dilaksanakan pada tanggal 18-19 November 2022 nanti. Dengan ini, pemerintah mengambil langkah-langkah pencegahan awal yang dapat menyebabkan kekacauan dan mengancam keselamatan pemerintah dengan menahan 4 orang warga sipil Patani dan mengklaim mereka adalah tersangka yang mungkin akan melakukan kekacauan di Bangkok nanti.
Muhammad Aladi Dengni, Ketua Civil Society Assembly for Peace (CAP) juga merupakan mantan aktivis Mahasiswa Melayu di Universitas Ramkhamhaeng meberi kritikan bahwa pemerintah tidak boleh memandang orang Melayu dengan prasangka buruk. Diskriminasi terhadap etnis Melayu Ini semua mencerminkan cara berpikir pemerintah dalam administratif dan manajerial atas orang-orang Melayu selama ini. Tuduhan keamanan selalu dilontarkan terhadap orang Melayu. “Jika kita masih ingat beberapa tahun yang lalu, para pemuda dan mahasiswa Melayu ditahan dengan tuduhan yang sama seperti dalam kasus Budu, saya harap pemerintah belajar bahwa manipulasi semacam ini tidak akan berpengaruh terhadap rundingan,” ujar Muhammad Aladi Denni.
#Update
Laporan mendapatkan pada pukul 14:30 (waktu tempatan) hari ini, ketiga orang mahasiswa tersebut telah dibebaskan.*/IPPI