10 Desember di setiap tahun merupakan hari yang penuh dengan semangat dan harapan bagi negara atau wilayah yang masih dijajah oleh kaum imperialis.
Penetapan oleh Peserikatan Bangsa Bangsa (PBB) diresmikan pada tahun 1950 telah membuka jendela dan peluang yang luas untuk menyampaikan aspirasi dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Secara umum, bilangan bagi negara yang ingin merdeka itu masih banyak, sebagai contoh di negara Sepanyol terdapat satu wilayah bernama Catalonia, mereka tuntut untuk mendapatkan kebebasan dan melepaskan diri dari Sepanyol.
Kendati demikian, jika perbincangan terkait kebebasan tidak lepas juga dari berbicara terkait kelakuan tirani penguasa yang menjadi inti adalah pelanggaran hak asasi manusia terutama bagi negara yang didominasi budaya diktator oleh gerombolan oligarki yang sama sekali tidak memperhatikan tentang perikemanusiaan, perikeadilan dan periketuhanan.
Patani adalah salah satu wilayah yang penuh dengan penindasan dan kezaliman baik dari era yang lalu (1945-2000) dan era konflik (2001 sampai sekarang). Bara api kemerahan tidak dianggap merah lagi, bahkan pemerintah tidak peduli terhadap pelanggaran hak asasi manusia tersebut, malah semakin hari semakin bertambah kebijakan maupun bentuk pelaksanaannya agar warga Patani selalu dikawal olehnya.
Berbicara tentang undang-undang yang dilaksanakan oleh pemerintah Thailand terhadap Masyarakat Patani umpama pohon yang selalu bergoncang dan dipupuk oleh angin yang semata-mata dilandaskan kepada keuntungan dan kepentingannya.
Peristiwa dan kejadian yang berlaku di Patani ratusan kasus telah membuktikan, tetapi semua itu seolah ditutupi dengan jendela berkaca bening, hanya dapat dilihat saja tetapi tidak dapat turun tangan untuk menyelesaikan masalah itu.
Sesuai dengan HUT hari HAM Internasional, bingkai kebijakan harus merealisasikan agar negara yang masih dijajah bisa menentukan nasibnya, salah satu cara bagi masyarakat kecil dalam upaya mencari dukungan adalah memaksimalkan hak dirinya melalui media sosial agar hak asasi manusia menjadi standar bagi undang-undang negara.
Editor Aceh